Incang-Incang Pedamaran
Incang-incang Pedamaran adalah sastra lisan yang menyerupai pantun dan disampaikan dengan irama yang khas. Incang-incang memiliki ketentuan rima a-b a-b, dua baris pertama sampiran, sedangkan dua baris terakhir merupakan isi. Tetapi adakalanya, dalam satu bait incang-incang merupakan isi semua. Incang-incang menjadi tradisi masyarakat Pedamaran, baik yang sudah berusia tua, maupun generasi muda, menyatu dalam kegiatan kehidupan. Incang-incang seringkali terdengar dari mulut ibu-ibu ketika menganyam tikar purun. Begitu pula pada saat mereka mau menidurkan seorang bayi (dalam isitilah lokal disebut nduy-nduy ading). Incang-incang juga diigunakan oleh bujang gadis muda ketika mereka berkumpul daalam satu acara tradisi. Pada intinya, incang-incang digunakan untuk menyampaikan suasana isi hati. Ditinjau dari isinya, incang-incang dibagi 3 jenis, yakni: incang-incang pergaulan, incang- incang nyeding sukat (nasib malang), dan incang-incang tentang kehidupan dan keagamaan. Belum diketahui secara pasti sejak kapan incang-incang hadir pada masyarakat, namun para tokoh setempat berkeyakinan bahwa incang-incang telah hadir sejak awal terbentuknya mayarakat Pedamaran. Saat ini, perkembangan incang-incang masih cukup bagus. Hampir rata- rata masyarakat mengetahui dan memahami keberadaan incang-incang dan ada beberapa diantaranya dapat menembangkannya dengan baik. Sebagai sebuah warisan budaya takbenda (intangible cultural heritage) incang-incang perlu mendapat perhatian untuk dilestarikan dan dikembangkan.