Kupek Mandi Ke Ayek
Salah satu adat masyarakat di Lawang Kidul, Kabupaten Muara Enim dalam merayakan hadirnya bayi yang baru lahir. Ketika tali pusat sang bayi sudah terlepas, maka orang tua dan masyarakat setempat membawa bayi tersebut ke Ayik Hening atau air/sungai jernih untuk pertama kalinya dimandikan disana. Sebuah kebiasaan yang memiliki makna filosofi, bahwa yang diajak berinteraksi pertama kali oleh sang bayi ketika dia terlahir kedunia adalah Ayik Hening yang merupakan salah sumber kehidupan masyarakat Lawang Kidul pada masa itu. adat istiadat inilah yang disebut Kupik Mandi Kayik. Kupik Mandi Kayik merupakan bahasa Lawang Kidul, kupik artinya bayi, mandi kayik artinya mandi ke air/sungai lengkapnya adalah Membawa Bayi Mandi Ke Air/Sungai. Sejarah Kupik Mandi Kayik berawal dari sungai enim pada masa itu bernama Ayik Hening yang artinya sungai jernih dan pada masa itu pula hanya Ayik Hening yang menjadi tempat untuk melakukan aktifitas sebagai tempat mandi dan mengambil air untuk minum dan Masak. Kejernihan Ayik Hening menjadikan airnya dapat langsung dikonsumsi saat itu juga oleh sebab itu Ayik Hening menjadi sumber kehidupan masyarakat Lawang Kidul dan oleh para leluhur atau puyang diselenggarakan adat Kupik Mandi Kayik seabgai bentuk iktihar kepada yang maha kuasa bahwa bayi yang baru lahir bertemu dengan air di dunia ini pertama kali adalah Ayik Hening, dengan makna mensucikan dan membersihkan bayi yang baru lahir ketika disentuh oleh air yang jernih dan mengalir, bersih lahir dan batin. Tata Cara adat Kupik Mandi Kayik Lawang kidul Proses ini dilakukan setelah sekitar 7 atau 10 hari tali pusat sang bayi sudah terlepas, menurut adat dilakukan oleh dukun beranak yang membantu proses persalinan. Tahapan diawali membawa bayi turun atau keluar rumah untuk mandi ke ayik hening oleh dukun beranak diiringi orang tua bayi, dilanjutkan dengan memandikan dengan mencelupkan bayi namun tergantung dari kesehatan bayi tersebut atau cukup mengusap bayi dengan ayik hening lalu menyiapkan sabut kelapa berbentuk utuh dan tidak terputus fungsinya adalah tempat untuk meyimpan tali pusat bayi yang sudah terlepas dan selanjutnya dibakar lalu dihanyukan di sungai ayik hening sampai terendam dan terbawa arus, maknanya adalah segala bentuk sifat atau peristiwa yang buruk dari bayi tersebut hanyut terbawa arus ayik hening. Setelah dimandikan bayi dibawa kembali kerumah ditahapan ini ada fase dukun beranak “mantau” atau memanggil orang tua bayi, untuk memberitahukan bahwa bayi sudah sampai dirumah lalu orang tua menyambut dan menidurkan bayi. Tahapan beriktunya adalah mengusap bibir bayi dengan cabe merah hal ini bermakna agar bayi memiliki warna bibir merah yang membuat bayi menjadi cantik atau tampan lalu dilanjutkan dengan meneteskan madu dengan perumpamaan pertama kali sang bayi mengecap makanan manis di dunia yaitu manis madu Hal penting yang dilakukan saat memandikan bayi adalah membaca kalimat talbiah dan shalawat dan melantunkam kalimat-kalimat baik, serta mendoakan bayi agar kelak menjadi anak yang soleh, berbakti pada orang tua, serta rezeki yang melimpah. Sampai saat ini adat ini masi dilakukan, namun karena ayik hening atau yang saat ini dikenal sungai enim sebagian wilayah sudah tercemar, maka proses Kupik Mandi Kayik berkembang dapat dilakukan dirumah dengan menggunakan wadah berisi air jernih proses memandikan bayi dilakukan dibawah tangga/pangkal rumah untuk membuang tali pusat bayi di tanam didalam tanah agar tidak dimakan hewan dan air bekas mandi bayi ditumpahkan di jalan. Pelaksanaan Kupik Mandi Kayik mengalami perkembangan, seiring zaman proses adat bayi diarak dengan marhaban atau terbangan menyesuaikan kemampuan orang tua bayi. Namun demikian, meskipun tidak diarak atau mengundang makan bersama setalah nya, adat Kupik Mandi Kayik bagi masyarakat Lawang Kidul termasuk acara atau kegiatan besar dan agung.